Saya Sedang Membaca

The Consuming Fire oleh John Scalzi | Pemberontak Filem oleh Nasir Jani | The Prague Cemetry oleh Umberto Eco | Confessions of a Mask oleh Yukio Mishima | In Search of Modernity: A Study of the Concepts of Literature, Authorship and Notions of Self in "Traditional" Malay Literature oleh Hadijah Rahmat |

Sunday, November 4, 2012

Pantai Batu Burok

Malam pun berkarat
titis-titis hujan dari pagi
angin mengusik kelam
tanpa bayang-bayang

Riuh cahaya dan bau menyambut kawan asing
asap jagung bakar dan bebola ikan
di pentas menderu warna-warna
sang nafiri menghidup panggung
kaki-kaki anak menyapa

Buaian melayang
larian budak-budak
taman permainan songsang waktu
buat si dara berbual galak dan
awang-awang yang memandang

Puteri Tujuh pun menyeru
melihat anak cucu-cucu
berterabur rahmat langit
menutup payung memadam api
pantai pun bersiul
memanggil anak kuala kembali ke tanah,
kembali ke rumah,
menyelimuti dirinya dengan
pintu tengkujuh rapat tertutup.

Kuala Terengganu
November 2012

2 comments:

ainunl.muaiyanah said...

Suasana sajak ini sangat sepi.

dan fad, saya suka sajak ini. :)

Taf Teh said...

Logik akal bisa menepis, "Mana mungkin langit menabur rahmat tatkala taman permainannya songsang waktu?"

Namum dzat Tuhan itu bersifat Ar-Rahman, maka yang menyonsang, tersongsang, disongsang pun masih menerima nikmat (istidraj) di dunia ini...


ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٲطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ