Saya Sedang Membaca

The Consuming Fire oleh John Scalzi | Pemberontak Filem oleh Nasir Jani | The Prague Cemetry oleh Umberto Eco | Confessions of a Mask oleh Yukio Mishima | In Search of Modernity: A Study of the Concepts of Literature, Authorship and Notions of Self in "Traditional" Malay Literature oleh Hadijah Rahmat |

Sunday, April 15, 2012

Anjing dan Khinzir

Tabu mempunyai isi.
Najis mengajar sesuatu.

Anjing. Pernah seorang guru sufi menyatakan, dengan seekor anjing, para muridnya boleh belajar adab dan tingkah sopan. Si anjing jika diperhati, yang tidak bertuan dan tinggal menyendiri. Berjalan berhati-hati, memandang kanan memandang kiri. Jika ada yang berjalan di depannya, ia berhenti. Jika dihalau, ia pergi. Tidak membuat bising seperti kucing, jika bertemu pasangan tidak merayu iseng. Mengikut kata bila diperintah, menunduk kepala menghormati tuan.

Khinzir. Jika terbaca kisah lama, ada diceritakan dari mana ia datang. Dikatakan tidak wujud sedari era Nabi Nuh. Si Iblis laknat mengikut sama di atas bahtera sejahtera. Mencari ruang siapa digoda. Tinggal terpesuk belakang burit si gajah. Si gajah sengaja disentuh, dibelai punggung, ditampar gegar. Keluarlah khinzir dari punggung gajah, bulat sepertinya, telinga kelawar, hanya hidung kontot ke tanah. Menyukai tanah, unsur manusia. Mencalit kotor di atas bahtera.

1 comment:

Anonymous said...

Kucing yang memberi inspirasi bagi para sufi.

Seorang Sufi ternama bernama ibnu bashad yang hidup pada abad ke sepuluh bercerita, suatu saat ia dan sahabat-sahabatnya sedang duduk santai melepas lelah di atas atap masjid kota kairo sambil menikmati makan malam. Ketika seekor kucing melewatinya, Ibnu Bashad memberi sepotong daging kepada kucing itu, namun tak lama kemudian kucing itu balik lagi, setelah memberinya potongan yang ke dua, diam-diam Ibnu Bashad mengikuti kearah kucing itu pergi, hingga akhirnya ia sampai disebuah atap rumah kumuh, dan didapatinya si kucing tadi sedang menyodorkan sepotong daging yang diberikan Ibnu Bashad kepada kucing lain yang buta kedua matanya. Peristiwa ini sangat menyentuh hatinya hingga ia menjadi seorang sufi sampai ajal menjemputnya pada tahun 1067.

Selain itu, kaum sufi juga percaya, bahwa dengkuran nafas kucing memiliki irama yang sama dengan dzikir kalimah Allah.


Cerita yang dijadikan sebagai sauri tauladan

Salah satu cerita yang cukup mahsyur yaitu tentang seekor kucing peliharaan yang dipercaya oleh seorang pria, untuk menjaga anaknya yang masih bayi dikala ia pergi selama beberapa saat. Bagaikan prajurit yang mengawal tuannya, kucing itu tak hentinya berjaga di sekitar sang bayi. Tak lama kemudian melintaslah ular berbisa yang sangat berbahaya di dekat si bayi mungil tersebut. Kucing itu dengan sigapnya menyerang ular itu hingga mati dengan darah yang berceceran.

Sorenya ketika si pria pulang, ia kaget melihat begitu banyak darah di kasur bayinya. Prasangkanya berbisik, si kucing telah membunuh anak kesayangannya! Tak ayal lagi, ia mengambil pisau dan memenggal leher kucing yang tak berdosa itu.

Tak lama kemudian, ia kaget begitu melihat anaknya terbangun, dengan bangkai ular yang telah tercabik di belakang punggung anaknya. melihat itu, si pria menangis dan menyesali perbuatannya setelah menyadari bahwa ia telah mebunuh kucing peliharaannya yang telah bertaruh nyawa menjaga keselamatan anaknya. Kisah ini menjadi refleksi bagi masyarakat islam di timur tengah untuk tidak berburuk sangka kepada siapapun.