Halaman

Tuesday, June 21, 2011

Luka Interlok

Abu tangan-tangan mereka sudah reda

Mengikut jejak Kaurava

Membidik mulut-mulut Pandava dengan tangan terikat

Laungan demi laungan

Seakan desak patuparai di tengah gelanggang sastera

Alahai jatuh si lekuk keris, si panjang parang

Tidak terlawan



Bicara mereka ungkap

Bagai soldadu berturut

“Ahimsa!”

Sang putra dengan cokmar

Hanya tertutup mata

Terayun mengikut geselan pancawarna

Kerana takhtanya takut dirunggas

Oleh tangan-tangan pencatur massa



Interlok menjadi kayu api sekali lagi

Abunya ditiup sepoi-sepoi ketidakpeludian

Hanya air mata sasterawan yang meratap

Pemergian akal budi dan pertimbangan



Dalam diam

Hanya bisikan yang dapat dilaungkan

Membawa sinar di dalam sekam

Jika pergi satu

Seribu lagi akan mendatang.



29 Mac 2011, Kuala Lumpur

3 comments:

  1. Salam Fadli,
    Aduh, dalam sekali maknanya!

    ReplyDelete
  2. Salam Kak Nisah,

    Ya, sampai semua bentuk penerbitan takup menuku untuk menyiarkannya..

    ReplyDelete
  3. power !

    membakar karya
    bukanlah satu jalan
    penyelesaian

    dan adakah akan
    turut terbakar bersama
    kebenaran di sebalik
    karya itu?

    ReplyDelete